Feeds RSS
Feeds RSS

Selasa, 08 Februari 2011

Makalah Psikologi Komunikasi

BAB I
PENDAHULUAN


1 . 1 LATAR BELAKANG MASALAH

Abad ini disebut abad komunikasi massa. Komunikasi telah mencapai suatu tingkat di mana orang mampu berbicara dengan jutaan manusia secara serentak dan serempak.
Bersama dengan perkembangan teknologi komunikasi ini, meningkat pula kecemasan tentan efek media massa terhadap khalayaknya.
Walaupun hampir semua orang menyadari efek komunikasi massa, sedikit sekali orang yang memahami gejala komunikasi massa. Akibatnya komunikasi massa telah dipandang secara ambivalen.

1. 2  PERUMUSAN MASALAH

Makalah ini akan menjelaskan mengenai Sistem Komunikasi Massa, pengertiannya , faktor – faktor yang mempengaruhi reaksi khalayak, berserta efek, dan motif – motif yang ada pada Komunikasi Massa

1 . 3 TUJUAN PENULISAN

Penulisan makalah ini disusun sebagai salah satu pemenuhan tugas terstruktur dari mata kuliah Psikologi Komunikasi






BAB II
PEMBAHASAN


2 . 1 PENGERTIAN KOMUNIKASI MASSA

Komunikasi Massa berasal dari istilah bahasa Inggris yaitu , Mass Communication, sebagai kependekan dari Mass Media Communication. Artinya, komunikasi yang menggunakan media massa atau komunikasi yang mass mediated. Istilah mass communication atau communications diartikan sebagai salurannya, yaitu media massa (mass media) sebagai kependekan dari Media Of Mass Communication.
Massa mengandung pengertian orang banyak, mereka tidak harus berada di lokasi tertentu yang sama, mereka dapat tersebar atau terpencar di berbagai lokasi, yang dalam waktu yang sama atau hampir bersamaan dapat memperoleh pesan-pesan komunikasi yang sama.
Berlo (dalam Wiryanto, 2005) mengartikan massa sebagai meliputi semua orang yang menjadi sasaran alat-alat komunikasi massa atau orang-orang pada ujung lain dari saluran.
            Harold D. Lasswell (dalam Wiryanto, 2005) memformulasikan unsur-unsur komunikasi dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :
”Who Says What in Which Channelto Whom With What Effect?”
            McQuail (1987) menyebutkan ciri-ciri khusus institusi (lembaga) media massa sebagai berikut :

a. Memproduksi dan mendistribusikan pengetahuan dalam wujud informasi, pandangan, dan budaya. Upaya tersebut merupakan respon terhadap kebutuhan sosial kolektif dan permintaan individu.

b. Menyediakan saluran untuk menghubungkan orang tertentu dengan orang lain: dari pengirim ke penerima, dari anggota audien ke anggota audien lainnya, dari seseorang ke masyarakat dan institusi masyarakat terkait. Semua itu bukan sekedar saluran fisik jaringan komunikasi, melainkan juga merupakan saluran tatacara dan pengetahuan yang menentukan siapakah sebenarnya yang patut atau berkemungkinan untuk mendengar sesuatu dan kepada siapa ia harus mendengarnya.

c. Media menyelenggarakan sebagian besar kegiatannya dalam lingkungan publik, dan merupakan institusi yang terbuka bagi semua orang untuk peran serta sebagai penerima (atau dalam kondisi tertentu sebagai pengirim). Institusi media juga mewakili kondisi publik, seperti yang tampak bilamana media massa menghadapi masalah yang berkaitan dengan pendapat publik (opini publik) dan ikut berperan membentuknya (bukan masalah pribadi, pandangan ahli, atau penilaian ilmiah).

d. Partisipasi anggota audien dalam institusi pada hakikatnya bersifat sukarela, tanpa adanya keharusan atau kewajiban sosial. Bahkan lebih bersifat suka rela daripada beberapa institusi lainnya, misalnya pendidikan, agama atau politik. Partisipasi anggota audien lebih mengacu pada mengisi waktu senggang dan santai, bukannya berkenaan dengan pekerjaan dan tugas. Hal tersebut dikaitkan juga dengan ketidakberdayaan formal institusi media: media tidak dapat mengandalkan otoritasnya sendiri dalam masyarakat, serta tidak mempunyai organisasi yang menghubungkan pemeran-serta ”lapisan atas” (produsen pesan) dan pemeran-serta ”lapisan bawah” (audien).

e. Industri media dikaitkan dengan industri dan pasar karena ketergantungannya pada imbalan kerja, teknologi, dan kebutuhan pembiayaan.

f. Meskipun institusi media itu sendiri tidak memiliki kekuasaan, namun institusi ini selalu berkaitan dengan kekuasaan negara karena adanya kesinambungan pemakaian media, mekanisme hukum, dan pandangan-pandangan menentukan yang berbeda antara negara yang satu dengan lainnya.
Komunikator dalam proses komunikasi massa selain merupakan sumber pesan, mereka juga berperan sebagai gate keeper (lihat McQuail, 1987; Nurudin, 2003). Yaitu berperan untuk menambah, mengurangi, menyederhanakan, mengemas agar semua informasi yang disebarkan lebih mudah dipahami oleh audien-nya. Bitner (dalam Tubbs, 1996) menyatakan bahwa pelaksanaan peran gate keeper dipengaruhi oleh: ekonomi; pembatasan legal; batas waktu; etika pribadi dan profesionalitas; kompetisi diantara media; dan nilai berita.
























2 . 2   DEFINISI KOMUNIKASI MASSA

Joseph R. Dominick:
Komunikasi massa adalah suatu proses dimana suatu organisasi
yang kompleks dengan bantuan satu atau lebih mesin
memproduksi dan mengirimkan pesan kepada khalayak yang
besar, heterogen, dan tersebar.
Jalaluddin Rakhmat merangkum bahwa : Komunikasi massa adalah jenis komunikasi yang ditujukan kepada
sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen dan anonim melalui
media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat
diterima secara serentak dan sesaat.
Proses komunikasi massa ala AG. Eka Wenats Wuryanta adalah proses masyarakat menanggapi perspektif sejarah masyarakat itu sendiri.
Dalam arti bahwa komunikasi masuk didalam suatu proses sejarah manusia. Orang membangun peradaban atau budaya dalam perspektif sejarah yaitu masa lalu, masa sekarang dan masa depan. Oleh karena itu komunikasi penting didalam seluruh proses pembudayaan tadi.
Definisi komunikasi massa yaitu sebagai suatu proses yang secara simultan diperuntukkan untuk penduduk yang besar dan dalam skala yang sangat besar melalui media massa.
Komunikasi dengan masyarakat secara luas (komunikasi Massa) Pada tingkatan ini kegiatan komunikasi ditujukan kepada masyarakat luas. Bentuk kegiatan komunikasinya dapat dilakukan melalui dua cara :Komunikasi massa Yaitu komunikasi melalui media massa seperti radio, surat kabar, TV, dsbnya.Langsung atau tanpa melalui media massa Misalnya ceramah, atau pidato di lapangan terbuka.
Komunikasi massa, yaitu komunikasi dengan sasarannya kelompok orang dalam jumlah yang besar, umumnya tidak dikenal.
Komunikasi masa yang baik harus :
Pesan disusun dengan jelas, tidak rumit dan tidak bertele-tele
Bahasa yang mudah dimengerti/dipahami
Bentuk gambar yang baik
Membentuk kelompok khusus, misalnya kelompok pendengar (radio)
Komunikasi massa menurut Elizabeth – Noelle Neuman yang membedakannya dengan komunikasi interpersonal, yaitu pertama, bersifat tidak langsung, artinya harus melalui media teknis. Kedua, bersifat satu arah (one flow communication), artinya tidak ada interaksi antarpeserta komunikasi. Ketiga, bersifat terbuka, artinya ditujukan kepada publik yang tidak terbatas dan anonim. Keempat, memiliki unsur publik yang secara geografis tersebar (Rakhmat, 1999 : 189).
Georg Gerbner memberi pengertian komunikasi massa dengan sebuah definisi singkat yaitu sebagai produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang berkelanjutan serta paling luas dipunyai orang dalam masyarakat industri (Rakhmat, 1999 : 188).
Merangkum definisi – definisi diatas, di sini komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonym melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. ( Rakhmat 2005:189 )
Perkataan “ dapat “ dalam definisi ini menekakan pengertian bahwa jumlah sebenarnya penerima komunikasi massa pada saat tertentu tidaklah esensial.  Yang penting, seperti dikatakan Alexis S.Tan ( 1981 : 73 ), “ The communicator is a social organization capable of reproducing the message and sending it simultaneously to large number of people who are spatially separated “
( Komunikator adalah organisasi sosial yang mampu mereproduksi pesan dan mengirimkannya secara simultan sejumlah besar orang yang secara terpisah. )




2 . 3 SISTEM KOMUNIKASI MASSA VERSUS SISTEM KOMUNIKASI INTERPERSONAL

Komunikasi massa mempunyai beberapa perbedaan dengan komunikasi tatap muka. Menurut DeFleur dan Dennis, perbedaan terjadi dalam hal konsekuensi menggunakan media, konsekuensi memiliki khalayak luas dan beragam, pengaruh sosial dan kultur.
Sedangkan menurut Elizabeth Noelle-Neuman ( 1973:92 ) ada empat tanda pokok dari komunikasi massa bila secara teknis komunikasi massa diperbandingkan dengan sistem komunikasi interpersonal.
Tanda pokok tersebut adalah:
1 . bersifat tidak langsung,
2 . bersifat searah,
3 . bersifat terbuka,
4 . mempunyai publik yang tersebar secara geografis.
Di samping adanya perbedaan antara komunikasi massa dengan komunikasi interpersonal, terdapat pula hubungan antara komunikasi massa dengan komunikasi interpersonal.
Menurut Elihu Katz dan Paul Lazarfeld komunikasi interpersonal,merupakan variabel intervenig antara media massa dan perubahan perilaku. Sedangkan Everett Rogers mengemukakan bahwa antara saluran media massa dan interpersonal saling melengkapi. Kemudian antara komunikasi massa dengan komunikasi interpersonal dapat dilihat pada efek sosialisasi dari media massa.
Komunikasi Massa memiliki karekteristik psikologis yang khas dibandingkan dengan sistem komunikasi interpersonal, yaitu :
1 . Pengendalian arus informasi,
2 . Umpan balik,
3 . Stimulasi alat indra,
4 . Proporsi unsure isi dengan hubungan.

2 . 4 SEJARAH PENELITIAN EFEK KOMUNIKASI MASSA

Banyak penelitian komunikasi di era 1920-1940an menyebutkan bahwa media begitu perkasa di hadapan audience-nya karena kuatnya pengaruh media “menyuntikkan” atau “memberondongkan” pesan hingga menimbulkan efek maksimal yang mempengaruhi audience secara afektif (mempengaruhi sikap dan pendapatnya).
Teori-teori yang tergabung dalam paradigma ini misalnya teori “Peluru” atau “Jarum Hipodermik” (C.I. Janis Hovland dan H. Kelly, 1959). Fenomenanya jelas: sandiwara radio berjudul “Invasion from Mars” karya Orson Welles yang disiarkan untuk merayakan hari lahir CBS –salah satu radio terbesar di Amerika Serikat— tahun 1938 menimbulkan kekacauan dan kepanikan luar biasa warga, kecelakaan dan kerugian material jutaan dollar, hanya karena kebanyakan dari mereka “tune in late”, terlambat mendengarkan siaran dari awal, dan mengira siaran itu adalah reportase “breaking news” tentang peristiwa yang benar-benar terjadi.
Atau keberhasilan Herman Goering, menteri propaganda rezim Nazi, memobilisir dukungan terhadap invasi Jerman ke nyaris seluruh Eropa (1939-1944), berkat gencarnya siaran radio.
Selain menggambarkan keperkasaan media dan maksimalnya dampak pesan, paradigma lama komunikasi juga menunjukkan ciri prosesnya yang bersifat atas-bawah (top-down). Artinya, sumber komunikasi dan media yang mereka kuasai berada dalam posisi paling dan serba menentukan pesan, proses, efektivitas dan dampak macam apa yang terjadi pada audience. Proses komunikasi berlangsung dari sumber yang berada di “atas” ke audience yang berada di “bawah” dan tidak sebaliknya.
Namun pada era 1950-an, paradigma komunikasi telah bergeser. Media tak lagi seperkasa pada era sebelumnya. Muncul penelitian dan teori tentang adanya “2 tahap arus komunikasi” (two-step flow communication) yang menunjukkan adanya beberapa variabel di antara lembaga media dan audience, yang ikut menentukan efektivitas komunikasi. Variabel antara tersebut misalnya peran pemuka pendapat (opinion leader) dalam kelompok-kelompok sosial yang mentukan efektivitas kampanye presiden Amerika Serikat mengumpulkan dukungan, atau opini tetangga sekitar yang ikut menentukan apakah iklan Pepsodent efektif atau tidak membujuk Anda untuk membeli, mencoba dan mengkonsumsinya.
Sedangkan pada era 1970an, penelitian dampak media di Amerika Serikat menunjukkan gejala yang lain sama sekali. Efek media ternyata tak seperkasa era sebelumnya. Justru audience media massa yang lebih menentukan efektivitas proses komunikasi tersebut, karena audience lebih aktif mencari format dan isi pesan, aktif menggunakan dan memanfaatakan media yang tepat, untuk memuaskan kebutuhan mereka akan informasi, bahkan tindakan aktif tersebut mempengaruhi kebijakan media dalam memformat proses komunikasi dan pesan mereka.
Demikian tesis dasar teori “Uses and Gratifications”-nya Elihu Katz, Jay Blumer dan Michael Gurevitch (1974). Lebih lanjut Philip Palmgreen (1984) menambahkan kerangka teoritis “Uses and Gratifications” dengan menekankan adanya sistem kepercayaan/keyakinan dan evaluasi dalam diri setiap audience ketika memilih dan memanfaatkan media mana yang menyediakan pesan tertentu yang ia butuhkan.
Sebagai contoh, ketika kita percaya bahwa SCTV menyediakan informasi paling “aktual, tajam dan terpercaya”, apalagi setelah kita menonton kemudian mengevaluasinya memang begitu adanya, kita akan terus mencari dan memanfaatkan informasi dari SCTV, dan bukan MetroTV yang mengklaim dirinya satu-satunya TV Informasi di Indonesia. Sebaliknya, jika kita tak lagi percaya dan evaluasi kita terhadap SCTV buruk, dengan mudah kita memindah channel ke stasiun TV lain.
Namun, hampir bersamaan dengan berkembangnya paradigma “Uses and Gratifications”, muncullah teori “Agenda Setting” yang menghidupkan kembali model “jarum hipodermik” namun dengan fokus penelitian yang telah bergeser: dari efek afektif (sikap dan pendapat) ke efek kognitif (kesadaran dan pengetahuan). Artinya, media tetap powerfull membentuk persepsi audience-nya tentang apa yang dianggap penting untuk dicermati dan dipikirkan. (Cohen, 1963; Jalaluddin Rakhmat, 1995). Misalnya dalam penelitian tentang kampanye presiden Amerika Serikat tahun 1972, surat kabar mampu menentukan apa yang dianggap penting oleh masyarakat, dan agenda siaran televisi berkorelasi signifikan dengan agenda para konstituen pemilu (D.L. Shaw dan M.E. McCombs, 1977).
Pada perkembangan selanjutnya, Everet M. Rogers dan F.F. Shoemaker (1979) melakukan penelitian yang melacak proses penyebaran informasi dalam sistem sosial melalui ruang dan waktu. Dari sana ditemukan fakta bahwa media (massa) memiliki efek yang berbeda-beda pada titik-titik waktu yang berlainan, mulai dari menimbulkan pengetahuan hingga mempengaruhi adopsi atau –sebaliknya— penolakan.
Teori ini mempengaruhi perkembangan paradigma komunikasi di atas, yang mengembalikan keraguan kita tentang kekuatan media dalam mempengaruhi audience, karena ternyata saluran-saluran interpersonal (komunikasi tatap muka antar pribadi, misalnya) ikut mempengaruhi efek media tersebut.
Misalnya, efek sebuah siaran televisi yang paling menghebohkan sekalipun mungkin tidak selalu menyedot banyak penonton, karena interaksi sosial penonton ikut menentukan apakah mutu acara itu layak diperhatikan, sesuai dengan standar moral agama tertentu.













2 . 5 FUNGSI KOMUNIKASI MASSA

Menurut Severin dan Tankard yang dikutip Suprapto dalam bukunya “Pengantar Teori Komunikasi” (2006:13-14) berdasarkan sifat-sifat komponen, komunikasi massa mempunyai ciri-ciri khusus sebagai berikut :
Bandingkan dengan komunikasi antar personal yang berlangsung dua arah. Dalam komunikasi massa feedback baru akan diperoleh setelah komunikasi berlangsung.
1. Berlangsung satu arah
2. Komunikator pada komunikasi massa melembaga Informasi yang disampaikan melalui media massa merupakan produk bersama.
Seorang komunikator dalam media massa bertindak atas nama lembaga dan nyaris tak memiliki kebebasan individual. Pesan-pesan yang disampaikan melalui media massa pada umumnya bersifat umum (untuk orang banyak). Bagaimana kekuatan sebuah radio siaran melalui acara tertentu memaksa pendengarnya untuk secara serempak mendengarkan acara tersebut. Kemajemukan audience komunikasi massa menyebabkan pelaksana komunikasi massa harus benar-benar mempersiapkan semua ide atau informasi yang akan disampaikan sebaik mungkin sebelum disebarluaskan. Di samping memiliki ciri-ciri khusus, komunikasi massa juga mempunyai fungsi bagi masyarakat. Adapun fungsi komunikasi massa menurut Dominick yang dikutip Ardianto dkk dalam bukunya “Komunikasi Massa Suatu Pengantar” (2004:15-18) adalah sebagai berikut :
Pengawasan mengacu kepada yang kita kenal sebagai peranan berita dan informasi dari media massa. Media mengambil tempat para pengawal yang mempekerjakan pengawasan.
3. Pesan-pesan bersifat umum
4. Melahirkan keserempakan
5. Komunikan komunikasi massa bersifat heterogen



1. Surveillance (Pengawasan)
Pengawasan mengacu kepada yang kita kenal sebagai peranan berita dan informasi dari media massa. Media mengambil tempat para pengawal yang mempekerjakan pengawasan.

2. Interpretation (Penafsiran)
 (Penafsiran) Media massa tidak hanya menyajikan fakta atau data, tetapi juga informasi beserta penafsiran mengenai suatu peristiwa tertentu. Tujuan penafsiran media ingin mengajak para pembaca atau pemirsa untuk memperluas wawasan dan membahasnya lebih lanjut dalam komunikasi antarpribadi atau komunikasi kelompok.
Media massa dapat menyatukan anggota masyarakat yang beragam, sehingga membentuk lingkage (pertalian) berdasarkan kepentingan dan minat yang sama tentang sesuatu.
Fungsi ini juga disebut sosialisasi. Sosialisasi mengacu kepada cara, di mana individu mengadopsi perilaku dan nilai kelompok. Media massa menyajikan penggambaran masyarakat dan dengan membaca, mendengar, dan menonton maka seseorang mempelajari bagaimana khalayak berperilaku dan nilai-nilai apa yang penting.
Fungsi menghibur dari komunikasi massa tidak lain tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan pikiran khalayak, karena dengan melihat berita-berita ringan atau melihat tayangan-tayangan hiburan di televisi dapat membuat pikiran khalayak segar kembali.

3. Linkage (Pertalian)
Media massa dapat menyatukan anggota masyarakat yang beragam, sehingga membentuk lingkage (pertalian) berdasarkan kepentingan dan minat yang sama tentang sesuatu. 



4. Transmission of Values
Fungsi ini juga disebut sosialisasi. Sosialisasi mengacu kepada cara, di mana individu mengadopsi perilaku dan nilai kelompok. Media massa menyajikan penggambaran masyarakat dan dengan membaca, mendengar, dan menonton maka seseorang mempelajari bagaimana khalayak berperilaku dan nilai-nilai apa yang penting.  (Penyebaran nilai-nilai)

5. Entertainment (Hiburan)
Fungsi menghibur dari komunikasi massa tidak lain tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan pikiran khalayak, karena dengan melihat berita-berita ringan atau melihat tayangan-tayangan hiburan di televisi dapat membuat pikiran khalayak segar kembali.


















2 . 6 FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REAKSI KHALAYAK PADA KOMUNIKASI MASSA

I. TEORI MELVIN DEFLEUR DAN SANDRA BALL-ROKEACH

DeFleur dan Ball-Rokeah melihat pertemua khalayak dengan media berdasarkan 3 kerangka teroritis, yaitu :
1. Perspektif perbedaan individual
2. Perspektif kategori sosial
3. Perspektif hubungan sosial

1) Perspektif perbedaan individual Perspektif perbedaan individual memandang bahwa sikap dan organisasi personal-psikologis individu akan menentukan bagaimana individu memilih stimuli dari lingkungan, dan bagaimana ia memberi makna terhadap stimuli tersebut. Setiap orang mempunyai potensi biologis, pengalaman belajar, dan berada dlam lingkungan  yang berbeda. Perbedaan ini menyebabkan pengaruh media masa yang berbeda pula.
2) Perspektif kategori sosial Perspektif kategori sosial berasumsi bahwa dalam masyarakat terdapat kelompok-kelompok social yang reaksinya pada stimuli tertentu cenderung sama. Kelompok sosial berdasarkan usia, jenis kelamin, tingkat pendapatan, pendidikan, tempat tinggal, dan keyakinan beragama menampilkan kategori respons yang cenderung sama. Anggota-anggota yang hampir sama pula.
3) Perspektif hubungan sosial Perspektif ini menekankan pentingnya peranan hubungan social yang informal dalam mempengaruhi reaksi orang terhadap media massa. Perspektif ini tampak pada model “two step flow of communications”. Dalam model ini, informasi bergerak melewati dua tahap. Tahap pertama; informasi bergerak pada sekelompok individu yang relatif lebih tahu dan sering memperhatikan media massa. Tahap kedua; informasi bergerak dari orangorang tersebut di atas (disebut pemuka pendapat/opinion leader) dan kemudian melalui saluran-saluran interpersonal disampaikan kepada individu yang bergantung kepada mereka dalam hal informasi
Teori Uses and Gratification
Teori ini menjawab pertanyaan-pertanyaan : Apa yang mendorong kita menggunakan media? Mengapa kita senang acara X dan membenci acara Y? Bila Anda kesepian, mengapa Anda lebih senang mendengarkan musik klasik dalam radio daripada membaca novel? Apakah media massa berhasil memenuhi kebutuhan kita?.
Para pendiri teori ini adalah Elihu Katz, Jay G. Blumler, dan Michael Gurevitch. Asumsi-asumsi teori uses and gratification adalah :
1. Khalayak dianggap aktif; artinya penggunaan media massa oleh khalayak diangap mempunuai tujuan.
2. Dalam proses komunikasi massa banyak inisiatif untuk mengaitkan pemuasan kebutuhan dengan pemilihan media terletak pada anggota khalayak.
3. Media massa harus bersaing dengan sumber-sumber lain untuk memuaskan kebutuhannya. Kebutuhan yang dipenuhi media hanyalah sebagian dari begitu luasnya kebutuhan manusia. Bagaimana kebutuhan ini terpenuhi melalui konsumsi media amat bergantung pada perilaku khalayak yang bersangkutan.
4. Banyak tujuan pemilih media massa disimpulkan dari data yang diberikan anggota khalayak; artinya orang dianggap cukup mengerti untuk melaporkan kepentingan dan motif pada situasi-situasi tertentu.
5. Penilaian tentang arti kultural dari media massa harus ditangguhkan sebelum diteliti lebih dahulu orientasi khalayak. Model Uses and Gratification memandang individu sebagai mahluk suprarasional dan sangat selektif. Jadi model ini bertolak belakang dengan model atau teori “Jarum Hipodermic” atau “Magic Bullets Theory” yang memandang media massa, lewat pesan-pesannya, adalah sangat ampuh/powerful. Jadi jelaslah kita menggunakan media massa karena didorong oleh motif-motif tertentu. Ada berbagai kebutuhan yang dipuaskan oleh media massa, dan pada pada saat yang sama, kebutuhan ini dapat pula dipuaskan sumber lain selain media massa. Misalnya, ketika kita ingin mencari kesenangan, maka media massa dapat memeberikan hiburan; ketika kita mengalami goncangan batin, maka media massa memberikan kesempatan untuk melarikan diri dari kenyataan; ketika kita kesepian, maka media massa berfungsi sebagai sahabat. Akan tetapi, semua yang disebut di atas, yaitu hiburan, kesenangan, persahabatan, dan ketenangan dapat juga diperoleh dari sumber-sumber lain, seperti kawan, hobi, atau rumah ibadah.

























II. MOTIF KOGNITIF GRATIFIKASI MEDIA

Motif kognitif menekankan kebutuhan manusia akan informasi dan kebutuhan untuk mencapai tingkat ideasional tertentu.

1. Teori Konsistensi . Teori ini mendominasi penelitian psikologi sosial pada tahun 1960-an. Teori ini memandang manusia sebagai mahluk yang dihadapkan pada berbagai konflik. Konflik ini mungkin terjadi di antara beberapa kepercayaan yang dimilikinya. Misalnya di antara kepercayaan “merokok itu merusak kepercayaan” dan “merokok itu membantu proses berpikir”. Atau konflik di antara beberapa hubungan sosial, misalnya “saya menyukai Rini”; Rini membenci Iwan”; sedangkan “Saya menyukai Iwan”, konflik di antara pengalaman masa lalu dan masa kini.Dalam suasan konflik, manusia tidak tenang dan berusaha mendamaikan konflik itu dengan mencari kompromi. Kompromi diperoleh dengan rasionalisasi. Misalnya, kembali pada contoh di atas, “Tetapi rokok yang saya isap sudah disaring filter”, atau “saya merokok tidak terlalu sering-sering amat”. senang pada Iwan”. Dalam hubungan ini, Komunikasi massa empunyai potensi untuk menyampaikan informasi yang menggoncangkan kestabilan psikologis individu. Tetapi pada saat yang sama, karena individu mempunyai kebebasan untuk memilih isi media, media massa memberikan banyak peluang untuk memenuhi kebutuhan akan konsisitensi. Media massa juga menyajikan berbagai rasionalisasi, justifikasi, atau pemecahan persoalan yang efektif. Komunikasi massa kadangkala lebih efektif daripada komunikasi interpersonal, karena melalui media massa orang menyelesaikan persolan tanpa terhambat gangguan seperti yang terjadi dalam situasi komunikasi interpersonal.

2. Teori Atribusi . Teori ini berkembang pada tahun 1960-an dan 1970-an. Teori ini memandang individu sebagai psikolog amatir yang mencoba memahami sebabsebab yang terjadi pada berbagai peristiwa yang dihadapinya. Teori ini mencoba mencoba menemukan apa yang menyebabkan apa, atau apa yang mendorong siapa untuk melakukan apa. Respons yang kita berikan pada suatu peristiwa bergantung pada interpretasi kita tentang peristiwa itu. Misalnya, kita tidak begitu gembira ketika dipuji oleh orang – yang menurut persepsi kita – menyampaikan pujian itu kepada karena ingin dia ingin meminjam uang pada kita. Teori Atribusi menyatakan, kita memiliki banyak teori tentang peristiwa-peristiwa. Kita senang bila teori-teori ini “terbukti” benar. Atau melemahkan salah satu kekuatan penyebab konflik, misalnya “Saya tidak begitu”.
      Dalam kaitannya dengan komunikasi massa, media massa memberikan validasi atau pembenaran pada teori kita dengan menyajikan realitas yang disimplikasikan, dan didasarkan pada stereotype. Media massa seringkali menyajikan kisah-kisah (fiktif atau faktual) yang menunjukkan bahwa yang jahat selalu kalah dan kebenaran selalu menang. Berbagai kelompok yang mempunyai keyakinan yang menyimpang dari norma yang luas dianut oleh masyarakat akan memperoleh validasi dengan membaca majalah atau buku dari kelompoknya. Misalnya, orang-orang lesbian atau homoseks yakin bahwa perilakunya bukanlah menyimpang, karena mereka membaca buku dan majalah yang mendukungnya.

            3. Teori Kategorisasi . Teori ini memandang manusia sebagai mahluk yang yang selalu sudah mengelompokkan dipersiapkannya. Untuk setiap peristiwa sudah disediakan tempat dalam prakonsepsi yang dimilikinya. Dengan cara itu, individu menyederhanakan pengalaman, tetapi juga membantu mengkoding pengalaman dengan cepat. Menurut teori ini, orang memperoleh kepuasan apabila sanggup memasukkan pengalaman dalam kategori-kategori yang sudah dimilikinya, dan menjadi kecewa bila pengalaman itu tidak cocok dengan prakonsepsinya. Dikaitkan dengan komunikasi massa, pandangan ini menunjukkan bahwa isi media massa, yang disusun berdasarkan alur-alur cerita yang tertentu, dengan mudah diasimilasikan pada kategori-kategori yang ada. Berbagai upacara, pokok dan tokoh, dan berbagai peristiwa biasanya ditampilkan sesuai dengan kategorikategori yang sudah diterima. Misalnya, ilmuwan yang berhasil karena kesungguhannya, pengusaha yang sukses karena bekerja keras, adalah contoh-contoh peristiwa yang memperkokoh prakonsepsi bekerja keras dan kesungguhan. pengalamannya dalam kategorisasi.

4. Teori objektifikasi . Teori memandang manusia sebagai mahluk yang pasif, yang tidak berpikir, yang selalu mengandalkan petunjuk-petunjuk eksternal untuk merumuskan kosep-konsep tertentu. Teori ini menunjukkan bahwa kita mengambil kesimpulan tentang diri kita dari perilaku yang tampak. Teori objektifikasi menunjukkan bahwa terpaan isi media dapat memberikan petunjuk kepada individu untuk menafsirkan atau mengidentifikasi kondisi perasaan yang tidak jelas, untuk mengatribusikan perasaan-perasaan negatif pada faktor-faktor eksternal, atau untuk memberikan kriteria pembanding yang ekstrem untuk perilakunya yang kurang yang kurang baik. Misalnya, seorang pegawai yang merasa tidak begitu bersalah ketika ia menyelewengkan uang kantor setelah mengetahui peristiwa korupsi besarbesaran yang dilakukan oleh orang lain.

5. Teori Otonomi.  Teori otonom. Dalam kaitannya dengan komunikasi massa, media massa tampaknya sedikit sekali memuaskan kebutuhan humanistik ini. Acara televisi atau isi surat kabar tidak banyak membantu khalayak untuk menajdi orang yang mampu mengendalikan nasibnya.

6. Teori Stimulasi . Teori ini memandang manusia sebagai mahluk yang “lapar stimuli”, yang senantiasa mencari pengalaman-pengalaman yang baru, yang selalu berusaha memperoleh hal-hal yang memperkaya pemikirannya. Dalam hubungannya dengan komuniksi massa, media massa seperti TV, radio, film, dan surat kabar mengantarkan orang paa dunia yajng tidak terhingga, baik lewat kisah-kisah yang fantastis maupun yang aktual.





III. MOTIF AFEKTIF GRATIFIKASI MEDIA

1. Teori Reduksi Ketegangan . Teori memandang manusia seabgai sistem tegangan yang memperoleh kepuasan pada pengurang ketegangan. Tegangan emosional karena marah berkurang setelah kita mengungkapkan kemarahan itu, baik secara langsung maupun tidak langsung. Ungkapan perasaan dipandang dapat berfungsi sebagai katarsis atau pelepas ketegangan. Menurut kerangka teori ini, komunikasi massa menyalurkan kecenderungan destruktif manusia dengan menyajikan peristiwa-peristiwa atau adegan-adegan kekerasan. Itulah sebabnya teori ini mengatakan, penjahat mungkin tidak jadi melepaskan dendamnya setelah puas menyaksikan pembunuhan besar-besaran yang dilakukan oleh seorang jagoan dalam film.

2. Teori Ekspresif . Teori ini mengatakan bahwa orang memperoleh kepuasan dalam mengungkapkan eksistensi dirinya, dalam arti menampakkan perasaan dan keyakinannya. Dalam hubungannya dengan komunikasi massa, komunikasi massa mempermudah orang untuk berfantasi, melalui identifikasi dengan tokoh-tokoh yang disajikan, sehingga orang secara tidak langsung mengungkapkan perasaannya. Media massa bukan saja membantu orang untuk mengembangkan sikap tertentu, tetapi juga menyajikan berbagai macam permainan untuk ekspresi diri, misalnya melaui teka teki silang, kontes, acara kuis dan lain-lain.

3. Teori Ego-Defensif . Teori ini beranggapan bahwa dalam hidup ini kita mengembangkan citra diri yang tertentu dan berusaha untuk mempertahankan citra diri ini. Dalam hubungannya dengan komunikasi massa, dari media massa kita memperoleh informasi untuk membangun konsep diri kita , pandangan dunia kita, dan pandangan kita tentang sifat-sifat manusia.
Pada saat citra diri kita mengalami kerusakan, media massa dapat mengalihkan perhatian kita dari kecemasan kita. Dengan demikian, komunikasi massa memberikan bantuan dalam melakukan teknik-teknik pertahanan ego.
4. Teori Peneguhan . Teori ini memandang bahwa orang dalam situasi tertentu akan bertingkah laku dengan suatu cara yang membawanya kepada ganjaran seperti yang telah dialaminya pada waktu lalu. Menurut kerangka teori ini, orang menggunakan media massa karena mendatangkan ganjaran berupa informasi, hiburan, hubungan dengan orang lain, dan sebagainya. Di samping isi media yang memang menarik, tindkan menggunakan media sering diasosiasikan dengan suasana yang menyenangkan; misalnya menonton televisi dilakukan di tengah-tengah keluarga, membaca buku dilakukan di tempat yang sepi dan tenang dan jauh dari gangguan, dan sebagainya.

5. Teori Afiliasi . Teori ini memandang manusia sebagai mahluk yang mencari kasih sayang dan penerimaan orang lain. Dalam hubungannya dengan gratifikasi media, banyak sarjana ilmu komunikasi yang menekankan fungsi media massa dalam menghubungkan individu dengan individu lain. Misalnya, Lasswell menyebutnya fungsi “correlation”. Ahli mengatakan, komunikasi massa digunakan individu untuk menghubungkan dirinya dengan orang lain seperti keluarga, teman, bangsa, dan sebagainya.

6. Teori Identifikasi . Teori ini melihat manusia sebagai pemain peranan yang berusaha memuaskan egonya dengan menambahkan peranan yang meuaskan pada konsep dirinya. Dalam hubungannya dengan komunikasi massa, media massa yang menyajikan cerita fiktif dan faktual, mendorong orang-orang untuk memajukan peranan yang diakui dan berdasarkan gaya tertentu.








2 . 7 EFEK KOMUNIKASI MASSA

Komunikasi massa merupakan sejenis kekuatan sosial yang dapat menggerakkan proses sosial ke arah suatu tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Oleh karena itu, efek atau hasil yang dapat dicapai oleh komunikasi yang dilaksanakan melalui berbagai media (lisan, tulisan, visual/audio visual) perlu dikaji melalui metode tertentu yang bersifat analisis psikologis dan analisis sosial.
Yang dimaksud dengan analisis psikologi adalah kekuatan sosial yang merupakan hasil kerja dan berkaitan dengan wtak serta kodrat manusia.
Donald K Robert mengungkapkan, “Efek hanyalah perubahan perilaku manusia setelah diterpa pesan media massa”.
Oleh karena fokusnya adalah pesan, maka efek harus berkaitan dengan pesan yang disampaikan oleh media massa.
Dalam proses komunikasi, pesan dalam media massa dapat menerpa seseorang baik secara langsung mapun tidak langsung.
Oleh karena itu, Stamm menyatakan “Efek komunikasi massa terdiri atas primary effect dan secondary effect.”
Menurut Steven M Chaffee, efek media massa dapat dilihat dari tiga pendekatan. Pendekatan pertama adalah efek dari media massa yang berkaitan dengan pesan ataupun media itu sendiri. Pendekatan kedua adalah dengan melihat jenis perubahan yang terjadi pada diri khalayak komunikasi massa yang berupa perubahan sikap, perasaan dan perilaku atau atau dengan istilah lain dikenal sebagai observasi terhadap khalayak (individu, kelompok, organisasi, masyarakat atau bangsa) yang dikenai efek komunikasi massa.








1 . Efek Kehadiran Media Massa
Mc Luhan mengemukakanmedia is the message, media adalah pesan itu sendiri. Oleh karena itu, bentuk media saja sudah mempengaruhi khalayak. MenurutSteven M. Chaffee, ada lima jenis efek kehadiran media massa sebagai benda fisik, yaitu :
a. Efek Ekonomi, kehadiran media massa memberikan berbagai usaha produksi, distribusi, dan konsumsi jasa media massa.
b. Efek Sosial, berkatian dengan perubahan pada struktur atau interaksi social sebagai akibar dari kehadiran media massa
c. Penjadwalan Kegiatan Sehari-hari, Kehadiran media massa membuat aktivitas sehari-hari berpangaruh terhadap adanya media. Di pagi hari, biasanya masyarakat kota membaca Koran dahulu, Di malam hari, dimana anak-anak seharusnya tidur, tapi malah menonton tv.
d. Efek Hilangnya Perasaaan Tidak Nyaman, orang menggunakan media untuk memuaskan kebutuhan psikologisnya dengan tujuan untuk menghilangkan perasaan tidak nyaman, perasaan kesepian, marah, kesel, kecewa dan sebagainya.
e. Efek menumbuhkan Perasaan Tertentu, terkadang seseorang akan mempunyai perasaan positif atau negative terhadap media tertentu. Misalnya orang akan mempunyai perasaan positif terhadap Koran Kompas dari pada Koran Pos Kota. Tumbuhnya perasaan senang atau percaya pada suatu media massa tertentu erat kaitannya dengna pengalaman individu bersama media massa tersebut.







2.      Efek Pesan
Dalam bagian ini akan dibahas mengenai efek pesan media massa yang meliputi 1. efek kognitif,
2. efek afektif,
3. efek behavioral.

a.  Efek Kognitif
Akibat yang timbul pada diri komunikasn yang sifatnya informative bagi dirinya. Dalam efek kognitif ini akan dibahas tentang bagaimana media massa dapat membantu khalayak dalam mempelajari informasi yang bermanfaat dan mengembangkan keterampilan kognitifnya.
Dengan berlangganan Koran Pos Kota, kita akan menduga bahwa dunia ini dipenuhi denga tindakan perkosaan, penganiyaan dan criminal. Dengan melihat acara criminal di televisi, kita cenderung mengatakan bahw di sekitar kita sudah tidak aman lagi. Dengan demikian jelaslah bahwa naik surat kabar maupun televise dapat menonjolkan situasi atau orang tertentu di atas situasi atau orang yang lain.
Media massa melaporkan dunia nyata secara selektif, maka sudah tentu media massa akan mempengaruhi pembentukan citra tentang lingkungan social yang timpang, bias dan tidak cermat. Media massa melaporkan dunia nyata secara selektif maka sudah tentu media  massa akan mempengaruhi pembentukan citra tentang lingkungan social yang timpang, bias dan tidak cermat.
Efek Prososial Kognitif adalah bagaimana media massa memberikan manfaat yang dikehendaki oleh masyarakat. Bila televise menyebabkan kita lebih mengerti tentang bahasa Indonesia yang baik da benar, maka televisi telah menimbulkan efek prososial kognitif. Film Sesame Streetyang dirancang para pendidik, psikolog dan ahli media massa. Setelah melalui berbagai penelitian, terbukti film ini telah berhasil mempermudah proses belajar.


b. Efek Afektif
Efek ini kadarnya lebih tingga daripada efek kognitif. Tujuan dari komunikasi massa bukan sekedar memberitahu khalayak tentang sesuatu, tetapi lebih dari itu, khalayak diharapkan dapat turut merasakan perasaan iba, terharu, sedih, gembira, marah dan sebagainya.
Kegembiraan juga tidak dapat diukur dengan tertawa keras ketika menyaksikan adegan lucu. Tetapi para peneliti telah berhasil menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas rangsangan emosional pesan media massa. Faktor-faktor tersebut antara lain :
-         Suasana emosional, menonton sebih sinetron di televisi atau membaca novel akan dipengaruhi oleh suasana emosional kita. Adegan-adegan lucu akan menyebabkan kita tertawa terbahak-bahak bila kita menontonnya dalam keadaan senang.
-         Skema Kognitif, merupakan naskah yang ada dalam pikiran kita yang menjelaskan tentang alur peristiwa. Kita tau bahwa dalam sebuah film action ‘sang jagoan; pada akhirnya akan menang.
-         Suasana Terpaan (Setting Exposure), Tayangan misteri di tv, membuat kita berpikir bahwa kehidupan mahluk itu adalah sebagaimana yang kita lihat dalam film atau sinetron tersebut.
-         Predisposisi Individual, mengacu pada karakteristik khas individu. Orang yang melankolis cenderung menanggapi trahdi lebih emosional daripada orang yang periang. Orang yang periang akan senang bila melihat adegan-adegan lucu atau film komedi daripada orang yang melankolis. Beberapa pnelitian membuktikan bahwa acra yang sama bisa ditanggapi berlainan oleh orang-orang yang berbeda.
-         Faktor Identifikasi, menunjukkan sejauhmana orang merasa terlibat dengan tokoh yang ditonjolkan dalam media massa. Dengan identifikasi, penonton, pembaca atau pendengar menempatkan dirinya dalam posisi tokoh tersebut.

        
c.  Efek Behavioral
Merupakan akibat yang timbul pada diri khalayak dalam bentuk prilaku, tindakan atau kegiatan. Adegan kekerasan di TV membuat orang menjadi beringas. Siaran memasak di tv membuat ibu-ibu lebih gemar memasak dan kreatif. Namun ada juga laporan bahwa, televise gagal mendorong pemirsanya untuk menabung di Bank. Film tidak sanggup memotivasi remaja perkotaan untuk menghindari pemakaian obat-obat terlarang.
Mengapa terjadi efek yang berbeda? Belajar dari media massa tidak bergantung hnaya pada unsure stimulus yang ada pada media massa saja. Kita memerlukan teori, menuut teori belajar Sosial dari bandura, orang cenderungmeniru prilaku yang diamati. Stimulus menjadi teladan untuk perilakunya. Penyajian kekerasan dalam media massa menyebabkan orang melakukan kekerasan pula. Jadi sejauh ini, tampaknya teori belajar sosial dapat diandalkan untuk menjelaskan efek behavioral media massa.

















BAB III
PENUTUP

3 . 1 KESIMPULAN

Seperti sudah dibatasi pada bagian awal, makalah ini mencoba membahas tentang Sistem Komunikasi Massa, pengertiannya , faktor – faktor yang mempengaruhi reaksi khalayak, berserta efek, dan motif – motif yang ada pada Komunikasi Massa
Bertolak dari hasil pembahasan, maka dapatlah dikemukakan beberapa kesimpulan, sebagai berikut :
Komunikasi massa merupakan sejenis kekuatan sosial yang dapat menggerakkan proses sosial ke arah suatu tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Oleh karena itu, efek atau hasil yang dapat dicapai oleh komunikasi yang dilaksanakan melalui berbagai media (lisan, tulisan, visual/audio visual) perlu dikaji melalui metode tertentu yang bersifat analisis psikologis dan analisis sosial.
Yang dimaksud dengan analisis psikologi adalah kekuatan sosial yang merupakan hasil kerja dan berkaitan dengan wtak serta kodrat manusia. Kehadiran media massa juga telah memberikan perasaan – perasaan tertentu
Media massa secara pasti mempengaruhi pemikiran dan tindakan khalayak. Media membentuk opini public untuk membawakannya pada perubahan yang signifian. Kampanye nasional larangan merokok di tempat-tempat umum memiliki kekuatan pada pertengahan tahun 1990-an dengan membanjirnya berita-berita tentang bahaya merokok bagi perokok pasif.
Disini secara instant media massa dapat membentuk kristalisasi opini public untuk melakukan tindakan tertentu. Kadang-kadang kekuatan media massa hanya sampai pada ranah tertentu.
Dominick menyebutkan tentang dampak komunikasi massa pada pengetahuan, persepsi dan sikap orang-orang. Media massa, terutama televise yang menjadi agen sosialiasasi (penyebaran nilai-nilai) memainkan peranan penting dalam transmisi sikap, persepsi dan kepercayaan.
Dalam kaitan maksud pembuatan makalah sebagaimana dikemukakan pada bagian awal tulisan ini, maka dengan kesimpulan tersebut kiranya menjadi indikasi yang dapat memperjelas makna  dari Komunikasi Massa dalam kaitannya dengan ilmu psikologis .






1 komentar:

Syafi Purba mengatakan...

hmmm...keren mba..
bisa jd referensi tgas ane neh ,,izin copas ya

Posting Komentar